Kehabisan ide adalah kiamat bagi
seorang blogger. Di dunia yang sudah serba informastif ini, masak masih ada
saja kekurangan ide. Semua blogger merasakannya. Bahkan bagi blogger pemula
macam ane, kekurangan ide seperti ini ane rasakan berkali-kali. Suntuk banget
kalo ide lagi sembunyi. Ane berteriak
keras-kerasa dalam jiwa : "HEI, wake
up...Internet sudah kepasang, lha kok masih kekurangan ide".
Tuntutan atau hanya sekedar
menjadi pemuas diri? Percampuran antara keduanya kalo saya bilang. Berkali-kali
ane katakan bahwa menulis ada hobi, toh kadang ane rasa juga tulisan-tulisan
ane berasa garing karena hanya celoteh encer belaka. Mirip air putih tanpa
rasa. Hambar.
Pikiran ini berjuang keras. Kudu
bagaimana untuk memanfaatkan potensi di tengah kekurangan yang mengungkung ;
informasi yang beragam di batasi oleh
keterbatasan ekspresi penulisan. Duh...Mangkel rasanya, gemes, I'm really stuck to write. But, I'm not
exausthed.
Kegalauan seperti itulah yang
membawa ane berkelana dari blog ke blog. Membaca tips dan trik. Dari berbagai
tips itu, yang paling maknyus adalah : stop
quiting and start write.
Toh juga informasi ATM (Awasi
Tiru Modifkasi) sudah sering muncul dan disampaikan. Kenapa gak dipraktekkin.
Dasar bodoh! Sudah tahu caranya masih tetep saja gak dipratekin! Inilah
kesalahan pertama ane ; tidak berani praktik.
Tiru tidak hanya sekedar meniru. Toh otentisme itu tidak ada. Yang ada adalah postulah-postulat baru yang muncul dari hal yang sebelumnya ada. Jika dalam bahasa fiqihnya "A-muhafazotu alal qodimi as-solih, wal akhdu bil jadidil ashlah". Mengambil hal baik dari yang sudah ada. Disinilah kementokan ide terobati.
Jaman di pesantren dulu, ane
aktif di jurnalisme kecil-kecilan. Kita disitu adalah kru yang merawat dua
lembar majalah dinding. Yang meskipun hanya dua lembar, tapi ada semangat
membara untuk belajar menuliskan ide melalui mulut orang lain. Kita wawancara
ke guru-guru akan sebuah peristiwa, atau wawancara ke sesama teman untuk
mengulas seuatu yang sedang marak. Jika kesulitan menuliskan berita, yang kita
lakukan adalah melihat koran. Membaca koran itu paragraf per paragraf. Karena
koran sangat saklek dengan kaidah 5W+1H, kita tinggal tiru saja gaya di koran
lalu kita masukkan informasi yang telah kita himpun dari wawancara. Semuanya
terasa mudah.
Saking biasanya berbuat demikian,
lama-lama menulis berita hanya menjadi aktifitas biasa saja. Kenapa? Tak lain
karena kita sudah terbiasa. Menulis berita sudah menjadi sebuah kebiasaan.
Hal ini sangat dimaklumi jika
ditilik dari bagaimana sebenarnya otak manusia dilatih. Otak manusia yang
sangat mulia itu dilatih berdasarkan pengalaman. Otak tersebut menghubungkan
antar neuron ketika kebiasaan baru dibentuk. Lama kelamaan, otot-otot neuron
tersebut menebal, menguat dan pada puncaknya membuahkan reflek. "Ala bisa karena biasa kata orang
kuno", dan menurut ane : "biasa
karena terpaksa :)" hehehe...
Berangkat dari situ, ane tergugah
pengalaman tujuh belas tahun yang lalu itu. Ane berterima kasih pada kebiasaan
lama dan ide "meniru" yang dulu dilakukan untuk membentuk sbeuah
kebiasaan. Untuk blog ini, akhirnya ane cetuskan halaman "intermezzo"
untuk mengisi hal-hal yang mungkn luput dari pandangan kita selama ini.
Namanya juga intermezzo, ia bisa
apa saja. Asalkan memenuhi satu kreteria : ringan dan moga-moga bermanfaat.