Sabtu, 30 Agustus 2014

Kecanduan Malas : Awas Terhadap Pikiran Menjadi Sempurna

Kemaren malem ane denger radio. Gak sengaja nyentuk channel di hape jadul yang emang ada fitur radionya itu. Hape butut itu ane tempelin headset, eh iseng pencet radio dan berfungsi dengan baik. So, ane denger baik-baik. Channelnya juga kebetulan channel Suara Surabaya. Hmm...biasanya sih, ane denger channel ini pas lagi di mobil untuk mengupdate dan memantau apa saja yang terjadi dalam perjalanan. 

Segmentasi radio Suara Surabaya sangat spesifik. Dia fokus pada pendengar yang ada ada di jalan. Namnaya kota besar kayak surabaya, mana ada sih orang yang gak ada di mobil. Pengguna mobil juga berjibel sehingga penyediaan informasi terhadap mereka pun mutlak sebagai pasar yang pasti. Orang naik mobil pasti denger SS. Nah, pas lulus dari kuliah, ane ada ide untuk membuat sistem informasi kampus, temennya kakak ane disuruh untuk promosi ke SS yang menurut dia ; meskipun mahal tapi cespleng. 

Tapi bahasan kali ini bukan untuk mengomentari radionya kawan. Radio is fine, tapi apa yang ane denger kemaren malam sungguh membuat ane malu. Disitu ada seorang pendenger di telpon yang bicara bahwa kalo dia jalan di mall, semua buah rata-rata import. Padahal negara kita ini khan tanahnya subur, kenapa ndak bisa produksi buah macam begitu?

Apakah sudah saking malasnya ane sampai tanam buah-buahan bagus pun ndak bisa? Atau jangan-jangan karena biaya produknya mahal sehingga banyak orang malas untuk tanam jenis buah seperti itu? Yang jelas, celotehan dari pembaca kemaren menyimpulkan dua makna : kesempatan pun juga keprihatinan.

Sebagai anak muda yang getol bisnis, ane memandangnya sebagai sebuah kesempatan. Kesempatan bahwa ada yang bisa dilakukan untuk memenuhi pasar lokal sendiri. Dan bidang tersebut emang sesuai dengan yang ane suka : agrobisnis. Lha kenapa tidak dikondisikan dengan segera?

Dari buku Mengatur HIdup Dan Merancang Masa Depan karya Marwah Dauh Ibrahim yang dulu ane baca selepas lulus pesantren, ternyata masih banyak potensi yang menganggur di Republik ini. Pandangan tersebut bisa benar pun juga bisa salah. Atau karena faktor ketidahtahuan yang menjadikan tidak banyak orang tahu akan sebuah potensi. Bukan hanya sarjana menganggur, tap juga tanah nganggur, udara nganggur, sungai nganggur yang tinggal menunggu SDM-nya saja untuk kreatif agar menghasilkan secara ekonomis.

Ups--ini lagi bahas apa sih kok gak ada hubungannya sama tiket--hehehehe...ndak masalah. Ini adalah sebuah renungan untuk diri ane pribadi setelah mendengar celotehan pendengar SS kemaren. Ini macam jadi pecut bagi ane yang jangankan ngatur keluarga, ngatur diri sendiri saja masih susah. Kemajuan emang bukan milik orang malas. Titik.

Termasuk saat mengupdate blog ini. Ane pastikan tidak ada satu alasan pun untuk mengelak bahwa blog tidak terupdate. Itu adalah sebuah dosa bagi seorang blogger macam ane. Jika blog ini jadi rumah tua yang banyak sawang, laba-laba, dan tampak angker, itu kesalahan ada di ane yang gak kreatif untuk mengungkap sebuah sisi dalam sebuah tulisan. 

Sudah tidak ada alasan, dan alasan bagi sebuah kesuksesan adalah naif. Kenapa? Karena ada orang dengan beribu satu macam kendala tapi bisa sukses, pun juga ada orang yang dengan minimnya kendala malah terjerembab dalam lembah kemalasan. (ane termasuk yang kedua..hehehehe)

Ane contohnya real saja. Sebagai blogger ane khan kudu menyajikan tulisan. Target ane lima tulisan seminggu, gak banyak-banyak lah. Ane ngukur kecepatan menulis ane, ane ukur daya kreatif ane, dan angka 5 tulisan seminggu itu bukan hal yang mustahil. Oke ukuran diri sudah di dapat. 

Ukuran berikutnya adalah infrastruktur kata orang-orang pemerintahan. Hal yang tergolong dalam jenis ini adalah : ada tidaknya internet, biaya internet, laptop atau komputer, dst. Ane sendiri sudah alhamdulillah bisa update blog lewat smartphone yang ane konekin ke keyboard bluetooth. Ane rasa cukup. 

Lalu disitu timbul masalah : gimana masalah sumbernya? Enakan pake laptop supaya kerjanya enak? Koneksi internetnya yang kenceng dong supaya enak kalo update dst...Pikiran-pikiran seperti itu akan muncul secara tiba-tiba dalam berbagai macam variasi. 

Kata buku-buku motivasi kayak gini : Jangan nunggu sempurna untuk memulai. Nah itu...PIkiran-pikiran seperti itu yang nota bene dirasa benar masuk logika, tapi sebenarnya menimbulkan jebakan untuk "menunggu" hingga keadaan sempurna. Tak ada yang salah dengan itu semua, bahkan itu mendukung, tapi kalo emang pikiran seperti itu menghambat kinerja ane sebagai blogger, maka bisa ane kategorikan bahwa pikiran semacam itu adalah "perampas kesuksesan ane".

Nauzubillah kalo pikiran semacam itu membuat ane akhirnya banyak alasan dan menimbulkan kemalasan. Dan memang biasaya seperti itu. Menunggu sempurna dan terus menunggu sampai akhirnya ada orang yang dengan segala keterbatasan bisa menciptakan karya yang aduhai (luar baisa ane ganti sama aduhai suapaya gak kayak bahasa MLM).

Dulu ane juga pernah baca kalo ada penulis indonesia yang hanya bermodalkan mesin ketik saja bisa bikin novel. Wow....sekarang khan eranya kompi mas broooo....malah lebih enak, lha kok kalah dengan yang pake mesin ketik? Itu adalah tamparan dahsat. Pipi ane sampek merah-merah merenungi hal tersebut.

Nah, cukup sampai disini, silahkan bertanya pada diri masing-masing : adakah zat heroin dalam bentuk menunggu kesempurnaan itu pada diri Anda? Silahkan komeng di bawah ya.